BAHASA INDONESIA
Artikel Jurnal
Oleh:
M.Riyo.Febrian.N
(1327041002)
Pendidikan Teknologi
Pertanian
Dosen Pembimbing:
Dr.Juanda.M.Hum
Kode Dosen:2712z
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS NEGERI MAKASA
2013
BAB
I.
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Banyaknya
jumlah penduduk Indonesia yang menggantungkan hidupnya dari sektor pertanian
menunjukkan demikian besar peranan sektor pertanian dalam menopang perekonomian
dan memiliki implikasi penting dalam pembangunan ekonomi ke depan. Untuk
membangun pertanian dibutuhkan SDM yang berkualitas. Lebih dari itu,
tersedianya SDM yang berkualitas merupakan modal utama bagi daerah untuk
menjadi pelaku (aktor), penggerak pembangunan di daerah. Karena itu untuk
membangun pertanian, kita harus membangun sumber daya manusianya, agar
kemampuan dan kompetensi kerja masyarakat pertanian dapat meningkat, karena
merekalah yang langsung melaksanakan segala kegiatan usaha pertanian di lahan
usahanya. Hal ini hanya dapat dibangun melalui proses belajar dan mengajar
dengan mengembangkan sistem pendidikan non formal di luar sekolah secara
efektif dan efisien di antaranya adalah melalui Penyuluhan Pertanian.
Melalui
Penyuluhan Pertanian, masyarakat pertanian dibekali dengan ilmu, pengetahuan,
keterampilan, pengenalan paket teknologi dan inovasi baru di bidang pertanian
dengan sapta usahanya, penanaman nilai-nilai atau prinsip agribisnis,
mengkreasi sumber daya manusia dengan konsep dasar filosofi rajin, kooperatif,
inovatif, kreatif dan sebagainya. Penyuluh Pertanian dapat dan harus
menggunakan teknik-teknik komunikasi yang paling efektif agar sasaran mau
menerapkan pengetahuan barunya itu. Melalui komunikasi yang efektif dapat
menunujang keberhasilan Penyuluhan Pertanian.
Yang
lebih penting lagi adalah mengubah sikap dan perilaku masyarakat pertanian agar
mereka tahu dan mau menerapkan informasi anjuran yang dibawa dan disampaikan
oleh Penyuluh Pertanian, namun kenyataannya masih banyak dijumpai di dalam
masyarakat bahwa kegiatam Penyuluhan Pertanian masih dianggap kurang berhasil bahkan
di beberapa tempat malah tidak berjalan. Oleh karena itu pada kesempatan kali
ini penulis sengaja memilih judul makalah Penerima Manfaat dan
Penyuluh/Fasilitator Penyuluhan Pertanian karena menarik perhatian penulis
untuk dicermati dan perlu mendapat dukungan dari semua pihak yang peduli
terhadap dunia pertanian.
1. Apa
yang dimaksud Penyuluhan Pertanian?
2. Siapa
Pelaku/Fasilitator dalam kegiatan Penyuluhan Pertanian?
3. Siapa penerima
manfaat kegiatan Penyuluhan Pertanian?
BAB
III
PEMBAHASAN
A. Penyuluhan
Pertanian
1. Pengetian
Penyuluhan Pertanian.
Istilah alternatif untuk
penyuluhan dalam bahasa Belanda, digunakan katavoorlichting yang berarti
memberi penerangan untuk menolong seseorang menemukan jalannya. Istilah ini
digunakan pada masa kolonial bagi Negara-negara jajahan Belanda, walaupun
sebenarnya penyuluhan diperlukan oleh kedua pihak. Indonesia misalnya,
mengikuti cara Belanda dengan menggunakan kata penyuluhan, sedangkan Malaysia yang
dipengaruhi bahasa Inggris menggunakan kata perkembangan. Bahasa Inggris dan
Jerman masing-masing mengistilahkan sebagai pemberian saran
atau Beratung yang berarti seorang pakar dapat memberikan petunjuk
(Dari berbagai pandangan masih ditemukan beberapa kesamaan persepsi, menurut
(Van den Ban & Hawkins, 2011: 25) satu diantaranya, yaitu
bahwa “penyuluhan merupakan keterlibatan seseorang untuk melakukan
komunikasi informasi secara sadar dengan tujuan membantu sesamanya memberikan
pendapat sehingga bisa membuat keputusan yang benar” Disini terlihat
adanya keterkaitan antara komunikasi dengan penyuluhan.
Sistem penyuluhan pertanian
seperti yang tertera dalam UU RI No. 16 tahun 2006 merupakan seluruh rangkaian
pengembangan kemampuan, pengetahuan, keterampilan serta sikap pelaku utama
(pelaku kegiatan pertanian) dan pelaku usaha melalui penyuluhan. Disebutkan
pula bahwa Penyuluhan Pertanian adalah suatu proses pembelajaran bagi pelaku
utama serta pelaku usaha agar mereka mau dan mampu menolong dan mengorganisasikan
dirinya dalam mengakses informasi pasar, teknologi, permodalan dan sumberdaya
lainnnya, sebagai upaya untuk meningkatkan produktivitas, efisiensi usaha,
pendapatan, dan kesejahteraannya, serta meningkatkan kesadaran dalam
pelestarian fungsi lingkungan hidup.
Pengertian tersebut mengandung
makna bahwa di dalam proses pembelajaran terjadi proses-proses lain yang
terjadi secara simultan, yaitu:
a. Proses
komunikasi persuasive, yang dilakukan oleh penyuluh dalam memfasilitasi
sasaran (pelaku utama dan pelaku usaha) beserta keluarganya guna membantu
mencari pemecahan masalah berkaitan dengan dan pengembangan usaha mereka.
Proses pemberdayaan, maknanya adalah memberikan kuasa dan wewenang kepada
pelaku utama dan pelaku usaha sehingga setiap orang pelaku utama dan pelaku
usaha (laki-laki dan perempuan) mempunyai kesempatan yang sama untuk : a)
Berpartisipasi; b) Mengakses teknologi, sumberdaya, pasar dan modal; c)
Melakukan kontrol terhadap setiap pengambilan keputusan, dan d) Memperoleh
manfaat dalam setiap lini proses dan hasi pembangunan pertanian.
b. Proses
pertukaran informasi timbal balik antara penyuluh dan sasaran mengenai berbagai
alternatif yang dilakukan dalam upaya pemecahan masalah yang berkaitan dengan
pengembangan usahanya.
2. Falsafah
Penyuluhan Pertanian
Menurut Depatemen Pertanian
(2009), penyuluhan pertanian adalah suatu pandangan hidup atau landasan
pemikiran yang bersumber pada kebijakan moral tentang segala sesuatu yang akan
dan harus diterapkan dalam perilaku atau praktek kehidupan sehari-hari.
Penyuluhan Pertanian harus berpijak kepada pengembangan individu bermasyarakat,
berbangsa dan bernegara. Oleh karena itu “Penyuluhan Pertanian sebagai
“upaya membantu masyarakat agar mereka dapat membantu dirinya sendiri dan
meningkatkan harkatnya sebagai manusia”.
Dalam pengertian membantu
masyarakat agar dapat membantu dirinya sendiri tersebut terdapat terdapat
beberapa kokok pikiran tentang pelaksanaan penyuluhan pertanian.
Penyuluhan pertanian harus mengacu pada kebutuhan sasaran/petani yang akan
dibantu, dan bukan sasaran yang harus mengikuti keinginan Penyuluh Pertanian;
penyuluhan pertanian harus mengarah pada terciptanya kemandirian petani, tidak
menciptakan ketergantungan petani terahadap penyuluh; Penyuluh Pertanian harus
mengacu kepada perbaikan kualitas hidup dan kesejahteraan sasaran, tidak
mengutamakan taget-terget fisik yang tidak banyak manfaatnya bagi bagi
perbaikan kualitas hidup sasaran.
Dari pandangan tersebut
terkandung pengertian bahwa penyuluhan pertanian harus bekerja dengan
masyarakat dan bukan bekerja untuk masyarakat. Penyuluhan Pertanian tidak
menciptakan ketergantungan tetapi harus mampu mendorong semakin terciptanya
kreativitas dan kemandirian masyarakatat agar semakin memiliki kemampuan untuk
berswadaya, swakarsa, swadana dan swakelola bagi penyelenggaraan
kegiatan-kegiatan pertanian guna mencapai tujuan, harapan dan
keinginan-keinginan sasaran. Penyuluhan Pertanian yang dilaksanakan harus
selalu mengacu pada terwujudnya perbaikan kesejahteraan ekonomi
masyarakat dan peningkatan harkatnya sebagai manusia.
Penyuluhan adalan proses
pendidikan yang bertujuan untuk mengubah pengetahuan sikap dan keterampilan
masyarakat tani. Sasaran penyuluhan pertanian adalah segenap warga masyarakat
(pria, wanita, termasuk anak-anak). Penyuluhan pertanian juga mengajar
masyarakat tentang apa yang diinginkannya dan bagaimana cara mencapai
keinginan-keinginan itu. Metode yang diterapkan dalam penyuluhan pertanian
adalah belajar sambil bekerja dan mengajarkan pada petani untuk percaya pada
apa yang dilihatnya. Sedangkan pola komunikasi yang dikembangkan adalah
komunikasi dua arah, saling menghormat dan saling mempercayai dalam bentuk
kerjasama untuk meningkatkan kesejahteraan masyarkat. Penyuluh Pertanian
harus mampu menumbuhkan cita-cita yang dilandasi untuk selalu berfikir kreaif
dan dinamis yang mengacu pada kegiatan-kegiatan yang ada dan dapat ditemui di
lapangan atau harus selalu disesuaikan dengan keadaan yang dihadapi.
B. Pelaku/Fasiliator
Penyuluhan Pertanian
Pelaku utama dalam kegiatan
penyuluhan pertanian adalah seorang Penyuluh Pertanian atau juga sering disebut
Penyuluh Pertanian Lapangan (PPL). Penyuluh Pertanian pada dasarnya adalah
aparat atau agen yang membangun pertanian, pendidik/penasehat yang mengabdi
untuk kepentingan para petani, nelayan beserta keluarganya dengan memberikan
motivasi, bimbingan dan mendorong para petani-nelayan mengembangkan swadaya dan
kemandiriannya dalam berusaha tani yang lebih menguntungkan menuju kehidupan
yang lebih bahagia dan sejahtera, untuk itu seorang Penyuluh Pertanian dituntut
untuk dapat mengembangkan program dan materinya dalam melaksanakan penyuluhan
agar kinerja penyuluh lebih maksimal.
Pelaksanaan penyuluhan pertanian
dilakukan harus sesuai dengan program penyuluhan pertanian. Program penyuluhan
pertanian dimaksudkan untuk memberikan arahan, pedoman, dan sebagai alat
pengendali pencapaian tujuan penyelenggaraan penyuluhan pertanian, Program
penyuluhan pertanian terdiri dari program penyuluhan pertanian desa, program penyuluhan
pertanian kecamatan, program penyuluhan pertanian kabupaten/kota, program
penyuluhan pertanian propinsi dan program penyuluhan pertanian nasional.
(Undang-undang
No 16 Tahun 2006)
Penyuluh Pertanian dalam
melakukan tugas dilapangan selain melakukan penyuluhan, memberikan motivasi dan
inovasi teknologi yang dibutuhkan oleh para petani dan keluarganya yang
meliputi :
1. Penyuluh
sebagai inisiator, yang senantiasa selalu memberikan gagasan/ide-ide baru.
2. Penyuluh
sebagai fasilitator, yang senantiasa memberikan jalan keluar/
kemudahan-kemudahan, baik dalam menyuluh/proses belajar mengajar, maupun
fasilitas dalam memajukan usahataninya. Dalam hal menyuluh penyuluh
memfasilitasi dalam hal : kemitraan usaha, berakses ke pasar, permodalan dan sebagainya.
3. Penyuluh
sebagai motivator, penyuluh senantiasa membuat petani tahu, mau dan mampu.
4. Penyuluh
sebagai penghubung yaitu penyampai aspirasi masyarakat tani dan pemerintah.
Apa yang harus PPL lakukan dan
persiapkan agar penyuluhan sesuai dengan keinginan dan harapan petani dan
keluarganya yang telah dituangkan dalan programa penyuluhan dan rencana kerja
penyuluhan pertanian (RKPP) bulanan maupun tahunan:
1. Memahami
kondisi, harapan dan keinginan petani saat ini
2. Pahami
materi, media dan metode penyuluhan yang akan dilakukan
3. Gunakan
sarana dan prasarana yang memadai
4. Gunakan
waktu yang tepat dan akurat.
Berdasarkan hal tersebut diatas
penyuluhan yang efektif yaitu Penyuluh Pertanian sebelum melakukan kegiatan
dilapangan memahami tentang permasalahan dipetani (pelaku utama maupun pelaku
usaha), siapkan alternatif pemecahan yang harus dilakukan, lakukan penyuluhan
yang tepat seperti tersebut diatas, apabila telah selesai melakukan penyuluhan
untuk melihat sejauhmana sasaran penyuluhan ada perubahan pengetahuan,
keterampilan dan sikap sesuai dengan tahapan adopsi inovasi teknologi yang
dianjurkannya. Penyuluhan yang dilakukan sebaiknya dilakukan secara
partisipatif, sehingga petani mampu mengemukakan pendapatnya, serta mampu
menyusun rencana kegiatan yang bermanfaat bagi dirinya, keluarga, maupun
lingkungannya.
Keberhasilan penyuluhan
dilapangan menurut pengalaman penyuluh yaitu : petani senang dengan
keberadaannya Penyuluh Pertanian, keberadaannya memang dibutuhkan, indikatornya
yaitu pendapatan petani meningkat, kehidupannnya sejahtera dan bahagia, begitu
juga penyuluh yang berhasil, karena penyuluhannya dilakukan secara effektif dan
effisien sesuai dengan kaidah-kaidah penyuluhan yang diterapkannya., akhirnya
penyuluh senang, tenang, menang, sukses, penyuluhan pertanian yang dilakukannya
berhasil, itulah harapan semua penyuluh yang ada dilapangan.
Tampak peran komunikasi amat
besar dalam kegiatan penyuluhan penyuluhan, yang akan mempengaruhi dari
perencanaan hingga pelaksanaan dan evaluasinya. Penyuluh sebagai komunikator
yaitu penyampai pesan, sedangkan sasaran dalam hal ini disebut komunikan sangat
yang dipengaruhi oleh latar belakangnya, baik secara individu maupun secara
berkelompok. Untuk penyuluh sendiri adakah mereka siap melakukan komunikasi
dari berbagi aspek, apakah pesan yang dibawanya sudah sesuai dengan apa yang
diinginkan sasaran juga saluran atau media yang dilakukannya sudah sesuai?,
sudah tepatkah metode yang digunakannya. Namun unsur yang paling utama dalam
melakukan perubahan perilaku ini yaitu terjadinya komunikasi yang baik antara
si pemberi pesan yaitu penyuluh, dengan si penerima pesan yaitu orang yang
diharapkan perubahan perilakunya. Dalam sektor pertanian, apakah bagaimana
pelaksanaan penyuluhan pertanian di tingkat lapangan, sudah berjalan lancar,
dan sudahkah mencapai tujuan yang diharapkan?
Fenomena di tingkat lapangan
menggambarkan masih lemahnya proses penyuluhan pertanian dengan dampak yang
ada, disinyalir salah satu penyebabnya adalah hambatan komunikasi. Sebab dalam
proses komunikasi tidak hanya sekedar berbicara saja, tapi pesan itu dapat
disampaikan baik secara langsung maupun tidak langsung. Hambatan komunikasi ini
perlu ditelaah, apa yang menjadi penyebabnya. Bila perubahan perilaku sebagai
bagian dari tujuan penyuluhan belum tercapai, jangan hanya sasaran yang
dipersalahkan. jangan-jangan masalah nya justru berasal dari komunikator yaitu
penyuluh sebagai pembawa pesan. Apa penyebabya apakah karena ketidaksiapan
materi yang akan disampaikan, ataukah karena prasarana yang tidak memadai, bisa
pula terjadi karena gangguan dalam proses penyampaiannya.
Kegagalan berkomunikasi sering menimbulkan
kesalah pahaman, kerugian, dan bahkan malapetaka, Risiko tersebut tidak hanya
pada tingkat individu, tetapi juga pada tingkat lembaga, komunitas, dan bahkan
Negara. Untuk menjadi seorang komunikator yang efektif, harus berusaha
menampilkan komunikasi (baik verbal maupun nonverbal) yang disengaja seraya
memahami budaya orang lain
C. Penerima
Manfaat Kegiatan Penyuluhan Pertanian.
Dalam banyak kepustakaan
penyuluhan (pertanian), selalu disebut adanya sasaran atau obyek penyuluhan
pertanian, yaitu: petani dan keluarganya. Pengertian itu telah menempatkan
petani dan keluarganya dalam kedudukan ”yang lebih rendah” dibanding para
penentu kebijakan pembangunan pertanian, para Penyuluh Pertanian, dan pemangku
kepentingan pembangunan pertanian yang lainnya (Mardikanto, 2010). Menurut
Naskah Akademik Sistem Penyuluhan Pertanian (2005), maka sasaran penyuluhan
pertanian menjadi tidak hanya petani dan keluarganya tetapi mencakup para
pemangku kepentingan (stakeholders). Sasaran penyuluhan pertanian era Bimas
adalah Kelompok Tani yang diistilahkan sebagai receiving mechanism dari
Delivery system (Catur Sarana).
Catur
Sarana yaitu:
1. Penyuluh
Pertanian di Lapangan (PPL),yaitu sebagai pembawa informasi teknologi ,
mengajarkan pengetahuan dan keterampilan, mengikhtiarkan fasilitas, dan
sebagainya melalui sistem kerja Latihan dan Kunjungan (LAKU) kepada kelompok
tani;
2. BRI
Unit Desa, sebagai penyedia Kredit BIMAS untuk kegiatan usahatani padi;
3. BUUD
dan KUD sebagai penyedia sarana produksi, pupuk, pestisida dan sarana pertanian
lainnya serta membeli gabah/beras dari petani;
4. KIOS,
sebagai tempat penyaluran sarana produksi pertanian kepada petani.
Sasaran
penyuluhan menurut UU No. 16 Tahun 2006, Bab III, Pasal 5 sebagai berikut:
1. Pihak
yang paling berhak memperoleh manfaat penyuluhan meliputi sasaran utama dan
sasaran antara;
2. Sasaran
utama penyuluhan yaitu pelaku utama dan pelaku usaha;
3. Sasaran
antara penyuluhan yaitu pemangku kepentingan lainnya, yang meliputi kelompok
atau lembaga pemerhati pertanian, perikanan dan kehutanan serta generasi muda
dan tokoh masyarakat.
Mardikanto (1996) mengganti
istilah “sasaran penyuluhan” menjadi penerima manfaat (beneficiaries). Dalam
pengertian “penerima manfaat” tersebut, terkandung makna bahwa:
1. Berbeda
dengan kedudukannya sebagai “sasaran penyuluhan”, sebagai penerima manfaat,
petani dan keluarganya memiliki kedudukan yang setara dengan penentu kebijakan,
penyuluh dan pemangku kepentingan agribisnis yang lain.
2. Penerima
manfaat bukanlah obyek atau “sasaran tembak” yang layak dipandang rendah oleh
penentu kebijakan dan para penyuluh, melainkan ditempatkan pada posisi
terhormat yang perlu dilayani dan atau difasilitasi sebagai rekan sekerja dalam
mensukseskan pembangunan pertanian.
3. Berbeda
dengan kedudukannya sebagai “sasaran penyuluhan” yang tidak punya pilihan atau
kesempatan untuk menawar setiap materi yang disuluhkan selain harus
menerima/mengikutinya, penerima manfaat memiliki posisi tawar yang harus dihargai
untuk menerima atau menolak inovasi yang disampaikan penyuluhnya.
4. Penerima
manfaat tidak berada dalam posisi di bawah penentu kebijakan dan para penyuluh,
melainkan dalam kedudukan setara dan bahkan sering justru lebih tinggi
kedudukannya, dalam arti memiliki kebebasan untuk mengikuti ataupun menolak
inovasi yang disampaikan oleh penyuluhnya.
5. Proses
belajar yang berlangsung antara penyuluh dan penerima manfaatnya bukanlah
bersifat vertikal (penyuluh menggurui penerima manfaatnya), melainkan proses
belajar bersama yang partisipatip.
Dari pengertian tentang penyuluhan pertanian sebagai sistem agribisnis yang disampaikan oleh Mardikanto (2003), jelas bahwa kegiatan penyuluhan pertanian akan melibatkan banyak pemangku kepentingan (stakeholders).
Dari pengertian tentang penyuluhan pertanian sebagai sistem agribisnis yang disampaikan oleh Mardikanto (2003), jelas bahwa kegiatan penyuluhan pertanian akan melibatkan banyak pemangku kepentingan (stakeholders).
Di samping itu, keberhasilan
penyuluhan pertanian tidak hanya tergantung pada efektivitas komunikasi antara
penyuluh dan petani beserta keluarganya, tetapi sering lebih ditentukan oleh
perilaku/ kegiatan pemangku kepentingan pertanian yang lain, seperti: produsen
sarana produksi, penyalur kredit usaha-tani, peneliti, akademisi, aktivis LSM,
dll. yang selain sebagai agent of development sekaligus juga turut menikmati
manfaat kegiatan penyuluhan pertanian.
Di pihak lain, banyak pengalaman
menunjukkan bahwa kelambanan penyuluhan pertanian seringkali tidak disebabkan
oleh perilaku kelompok “akar rumput” (grass-roots), tetapi justru lebih banyak
ditentukan oleh perilaku, kebijakan dan komitmen “lapis atas” untuk benar-benar
membantu/melayani (masyarakat) petani agar mereka lebih sejahtera.
Bertolak dari kenyataan-kenyataan
tersebut, penerima manfaat penyuluhan pertanian dapat dibedakan dalam:
1. Pelaku
utama. yang terdiri dari petani dan keluarganya.
Dikatakan demikian, karena pelaku utama usahatani adalah para petani dan keluarganya, yang selain sebagai juru-tani, sekaligus sebagai pengelola usahatani yang berperan dalam memobilisasi dan memanfaatkan sumberdaya (factor-faktor produksi) demi tercapainya peningkatan dan perbaikan mutu produksi, efisiensi usahatani serta perlindungan dan pelestarian sumberdaya-alam berikut lingkungan hidup yang lain.
Dikatakan demikian, karena pelaku utama usahatani adalah para petani dan keluarganya, yang selain sebagai juru-tani, sekaligus sebagai pengelola usahatani yang berperan dalam memobilisasi dan memanfaatkan sumberdaya (factor-faktor produksi) demi tercapainya peningkatan dan perbaikan mutu produksi, efisiensi usahatani serta perlindungan dan pelestarian sumberdaya-alam berikut lingkungan hidup yang lain.
2. Penentu
kebijakan, yang terdiri dari aparat birokrasi pemerintah (eksekutif, legislatif
dan yudikatif) sebagai perencana, pelaksana, dan pengendali kebijakan
pembangunan pertanian. Termasuk dalam kelompok penentu kebijakan adalah, elit
masya-rakat sejak di aras terbawah (desa) yang secara aktif dilibatkan dalam
pengambilan keputusan dan implementasi kebijakan pembangunan pertanian.
3. Pemangku
kepentingan yang lain, yang mendukung/memperlancar kegiatan pembangunan
pertanian. Termasuk dalam kelompok ini adalah:
a. Peneliti
yang berperan dalam: penemuan, pengujian, dan pengembangan inovasi yang
diperlukan oleh pelaku utama
b. Produsen sarana produksi dan peralatan/mesin pertanian, yang dibutuhkan untuk penerapan inovasi yang dihasilkan para peneliti
b. Produsen sarana produksi dan peralatan/mesin pertanian, yang dibutuhkan untuk penerapan inovasi yang dihasilkan para peneliti
b. Pelaku-bisnis
(distributor/penyalur/pengecer) sarana produksi dan peralatan/mesin pertanian
yang diperlukan, dalam jumlah, mutu, waktu, dan tempat yang tepat, serta pada
tingkat harga yang terjangkau oleh pelaku utama.
c. Pers,
media-masa dan pusat-pusat informasi yang menyebar-luaskan informasi-pasar
(permintaan dan penawaran serta harga produk yang dihasilkan dan dibutuhkan),
inovasi yang dihasilkan para peneliti, serta jasa lain yang diperlukan pelaku
utama
d. Aktivis
LSM, tokoh masyarakat, dll yang berperan sebagi organisator, fasilitator, dan
penasehat pelaku utama
e. Budayawan,
artis, dan lain-lain yang berperan dalam diseminasi inovasi, serta promosi
produk yang dihasilkan maupun yang dibutukan pelaku utama.
Istilah penerima manfaat dan
pemangku kepentingan penyuluhan juga identik dengan “klien penyuluhan”. Menurut
Lionberger dan Gwin (1982), para penyuluh perlu bekerjasama dengan berbagai
pihak dalam kegiatan pelayanan pembangunan pertanian. Termasuk dalam kelompok
ini adalah para penyalur pupuk, pestisida, pengembang benih, penyedia kredit
dan mereka yang terlibat dalam lembaga-lembaga pertanian yang memiliki hubungan
dengan pemerintah (seperti: koperasi, kelompok tani, Pusat Pelestarian Alam,
dan sebagainya) atau sering disebut dengan “klien penyuluh”. Lembaga-lembaga
pelayanan dan pemberi informasi yang baik, akan sangat membantu dalam pemberian
informasi kepada petani.
Mosher dalam Lionberger dan Gwin
(1982), menyebutkan adanya klien yang lain yang disebut sebagai pengatur
(conditioner). Mereka itu tidak memiliki jabatan apa pun dalam kelembagaan
pertanian maupun lembaga pelayanan, akan tetapi memegang/memiliki kedudukan dan
pengaruh yang kuat dalam kehidupan masyarakat setempat. Termasuk di dalam
kelompok pengatur ini adalah: para pemuka agama, pejabat lokal, dan politisi
yang berpengaruh. Meskipun bukan merupakan unsure esensial, tetapi dukungan
mereka sangat membantu pembangunan pertanian. Mereka ini, akan selalu memegang
teguh segala informasi yang berkaitan dengan kepentingan masyarakat, pada
umumnya. Himbauan-himbauan mereka, umumnya selalu dihormati atau ditaati oleh
masyarakatnya. Meskipun demikian, mereka jarang mengharapkan imbalan atau
berlaku eksploitatif.