Saterdag 09 November 2013

Artikel jurnal


BAHASA INDONESIA
Artikel Jurnal



Oleh:

M.Riyo.Febrian.N 
(1327041002)
Pendidikan Teknologi Pertanian
Dosen Pembimbing: Dr.Juanda.M.Hum
Kode Dosen:2712z





FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS NEGERI MAKASA
2013


BAB I.
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Banyaknya jumlah penduduk Indonesia yang menggantungkan hidupnya dari sektor pertanian menunjukkan demikian besar peranan sektor pertanian dalam menopang perekonomian dan memiliki implikasi penting dalam pembangunan ekonomi ke depan. Untuk membangun pertanian dibutuhkan SDM yang berkualitas. Lebih dari itu, tersedianya SDM yang berkualitas merupakan modal utama bagi daerah untuk menjadi pelaku (aktor), penggerak pembangunan di daerah. Karena itu untuk membangun pertanian, kita harus membangun sumber daya manusianya, agar kemampuan dan kompetensi kerja masyarakat pertanian dapat meningkat, karena merekalah yang langsung melaksanakan segala kegiatan usaha pertanian di lahan usahanya. Hal ini hanya dapat dibangun melalui proses belajar dan mengajar dengan mengembangkan sistem pendidikan non formal di luar sekolah secara efektif dan efisien di antaranya adalah melalui Penyuluhan Pertanian.
Melalui Penyuluhan Pertanian, masyarakat pertanian dibekali dengan ilmu, pengetahuan, keterampilan, pengenalan paket teknologi dan inovasi baru di bidang pertanian dengan sapta usahanya, penanaman nilai-nilai atau prinsip agribisnis, mengkreasi sumber daya manusia dengan konsep dasar filosofi rajin, kooperatif, inovatif, kreatif dan sebagainya. Penyuluh Pertanian dapat dan harus menggunakan teknik-teknik komunikasi yang paling efektif agar sasaran mau menerapkan pengetahuan barunya itu. Melalui komunikasi yang efektif dapat menunujang keberhasilan Penyuluhan Pertanian.
Yang lebih penting lagi adalah mengubah sikap dan perilaku masyarakat pertanian agar mereka tahu dan mau menerapkan informasi anjuran yang dibawa dan disampaikan oleh Penyuluh Pertanian, namun kenyataannya masih banyak dijumpai di dalam masyarakat bahwa kegiatam Penyuluhan Pertanian masih dianggap kurang berhasil bahkan di beberapa tempat malah tidak berjalan. Oleh karena itu pada kesempatan kali ini penulis sengaja memilih judul makalah Penerima Manfaat dan Penyuluh/Fasilitator Penyuluhan Pertanian karena menarik perhatian penulis untuk dicermati dan perlu mendapat dukungan dari semua pihak yang peduli terhadap dunia pertanian.


B.     Rumusan Masalah
1.      Apa yang dimaksud Penyuluhan Pertanian?
2.      Siapa Pelaku/Fasilitator dalam kegiatan Penyuluhan Pertanian?
3.      Siapa  penerima manfaat  kegiatan Penyuluhan Pertanian?






BAB III
PEMBAHASAN
A.    Penyuluhan Pertanian
1.      Pengetian Penyuluhan Pertanian.
Istilah alternatif untuk penyuluhan dalam bahasa Belanda, digunakan katavoorlichting yang berarti memberi penerangan untuk menolong seseorang menemukan jalannya. Istilah ini digunakan pada masa kolonial bagi Negara-negara jajahan Belanda, walaupun sebenarnya penyuluhan diperlukan oleh kedua pihak. Indonesia misalnya, mengikuti cara Belanda dengan menggunakan kata penyuluhan, sedangkan Malaysia yang dipengaruhi bahasa Inggris menggunakan kata perkembangan. Bahasa Inggris dan Jerman masing-masing mengistilahkan sebagai pemberian saran atau Beratung yang berarti seorang pakar dapat memberikan petunjuk (Dari berbagai pandangan masih ditemukan beberapa kesamaan persepsi, menurut (Van den Ban & Hawkins, 2011: 25) satu diantaranya, yaitu bahwa “penyuluhan merupakan keterlibatan seseorang untuk melakukan komunikasi informasi secara sadar dengan tujuan membantu sesamanya memberikan pendapat sehingga bisa membuat keputusan yang benar” Disini terlihat adanya keterkaitan antara komunikasi dengan penyuluhan.
Sistem penyuluhan pertanian seperti yang tertera dalam UU RI No. 16 tahun 2006 merupakan seluruh rangkaian pengembangan kemampuan, pengetahuan, keterampilan serta sikap pelaku utama (pelaku kegiatan pertanian) dan pelaku usaha melalui penyuluhan. Disebutkan pula bahwa Penyuluhan Pertanian adalah suatu proses pembelajaran bagi pelaku utama serta pelaku usaha agar mereka mau dan mampu menolong dan mengorganisasikan dirinya dalam mengakses informasi pasar, teknologi, permodalan dan sumberdaya lainnnya, sebagai upaya untuk meningkatkan produktivitas, efisiensi usaha, pendapatan, dan kesejahteraannya, serta meningkatkan kesadaran dalam pelestarian fungsi lingkungan hidup.
Pengertian tersebut mengandung makna bahwa di dalam proses pembelajaran terjadi proses-proses lain yang terjadi secara simultan, yaitu:
a.       Proses komunikasi persuasive, yang dilakukan oleh penyuluh dalam memfasilitasi sasaran (pelaku utama dan pelaku usaha) beserta keluarganya guna membantu mencari pemecahan masalah berkaitan dengan dan pengembangan usaha mereka. Proses pemberdayaan, maknanya adalah memberikan kuasa dan wewenang kepada pelaku utama dan pelaku usaha sehingga setiap orang pelaku utama dan pelaku usaha (laki-laki dan perempuan) mempunyai kesempatan yang sama untuk : a) Berpartisipasi; b) Mengakses teknologi, sumberdaya, pasar dan modal; c) Melakukan kontrol terhadap setiap pengambilan keputusan, dan d) Memperoleh manfaat dalam setiap lini proses dan hasi pembangunan pertanian.
b.      Proses pertukaran informasi timbal balik antara penyuluh dan sasaran mengenai berbagai alternatif yang dilakukan dalam upaya pemecahan masalah yang berkaitan dengan pengembangan usahanya.
2.      Falsafah Penyuluhan Pertanian
Menurut Depatemen Pertanian (2009), penyuluhan pertanian adalah suatu pandangan hidup atau landasan pemikiran yang bersumber pada kebijakan moral tentang segala sesuatu yang akan dan harus diterapkan dalam perilaku atau praktek kehidupan sehari-hari. Penyuluhan Pertanian harus berpijak kepada pengembangan individu bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.  Oleh karena itu “Penyuluhan Pertanian sebagai “upaya membantu masyarakat  agar mereka dapat membantu dirinya sendiri dan meningkatkan harkatnya sebagai manusia”.
Dalam pengertian membantu masyarakat agar dapat membantu dirinya sendiri tersebut terdapat terdapat beberapa kokok pikiran tentang pelaksanaan penyuluhan pertanian.  Penyuluhan pertanian harus mengacu pada kebutuhan sasaran/petani yang akan dibantu, dan bukan sasaran yang harus mengikuti keinginan Penyuluh Pertanian; penyuluhan pertanian harus mengarah pada terciptanya kemandirian petani, tidak menciptakan ketergantungan petani terahadap penyuluh; Penyuluh Pertanian harus mengacu kepada perbaikan kualitas hidup dan kesejahteraan sasaran, tidak mengutamakan taget-terget fisik  yang tidak banyak manfaatnya bagi bagi perbaikan kualitas hidup sasaran. 
Dari pandangan tersebut terkandung pengertian bahwa penyuluhan pertanian harus bekerja dengan masyarakat dan bukan bekerja untuk masyarakat.  Penyuluhan Pertanian tidak menciptakan ketergantungan tetapi harus mampu mendorong semakin terciptanya kreativitas dan kemandirian masyarakatat agar semakin memiliki kemampuan untuk berswadaya, swakarsa, swadana dan swakelola bagi penyelenggaraan kegiatan-kegiatan pertanian guna mencapai tujuan, harapan dan keinginan-keinginan sasaran.  Penyuluhan Pertanian yang dilaksanakan harus selalu mengacu pada terwujudnya perbaikan kesejahteraan ekonomi masyarakat  dan peningkatan harkatnya sebagai manusia.
Penyuluhan adalan proses pendidikan yang bertujuan untuk mengubah pengetahuan sikap dan keterampilan masyarakat tani. Sasaran penyuluhan pertanian adalah segenap warga masyarakat (pria, wanita, termasuk anak-anak).  Penyuluhan pertanian juga mengajar masyarakat tentang apa yang diinginkannya dan bagaimana cara mencapai keinginan-keinginan itu. Metode yang diterapkan dalam penyuluhan pertanian adalah belajar sambil bekerja dan mengajarkan pada petani untuk percaya pada apa yang dilihatnya. Sedangkan pola komunikasi yang dikembangkan adalah komunikasi dua arah, saling menghormat dan saling mempercayai dalam bentuk kerjasama untuk meningkatkan kesejahteraan masyarkat.  Penyuluh Pertanian harus mampu menumbuhkan cita-cita yang dilandasi untuk selalu berfikir kreaif dan dinamis yang mengacu pada kegiatan-kegiatan yang ada dan dapat ditemui di lapangan  atau harus selalu disesuaikan dengan keadaan yang dihadapi.
B.     Pelaku/Fasiliator Penyuluhan Pertanian
Pelaku utama dalam kegiatan penyuluhan pertanian adalah seorang Penyuluh Pertanian atau juga sering disebut Penyuluh Pertanian Lapangan (PPL). Penyuluh Pertanian pada dasarnya adalah aparat atau agen yang membangun pertanian, pendidik/penasehat yang mengabdi untuk kepentingan para petani, nelayan beserta keluarganya dengan memberikan motivasi, bimbingan dan mendorong para petani-nelayan mengembangkan swadaya dan kemandiriannya dalam berusaha tani yang lebih menguntungkan menuju kehidupan yang lebih bahagia dan sejahtera, untuk itu seorang Penyuluh Pertanian dituntut untuk dapat mengembangkan program dan materinya dalam melaksanakan penyuluhan agar kinerja penyuluh lebih maksimal.
Pelaksanaan penyuluhan pertanian dilakukan harus sesuai dengan program penyuluhan pertanian. Program penyuluhan pertanian dimaksudkan untuk memberikan arahan, pedoman, dan sebagai alat pengendali pencapaian tujuan penyelenggaraan penyuluhan pertanian, Program penyuluhan pertanian terdiri dari program penyuluhan pertanian desa, program penyuluhan pertanian kecamatan, program penyuluhan pertanian kabupaten/kota, program penyuluhan pertanian propinsi dan program penyuluhan pertanian nasional.
(Undang-undang No 16 Tahun 2006)
Penyuluh Pertanian dalam melakukan tugas dilapangan selain melakukan penyuluhan, memberikan motivasi dan inovasi teknologi yang dibutuhkan oleh para petani dan keluarganya yang meliputi :
1.      Penyuluh sebagai inisiator, yang senantiasa selalu memberikan gagasan/ide-ide baru.
2.      Penyuluh sebagai fasilitator, yang senantiasa memberikan jalan keluar/ kemudahan-kemudahan, baik dalam menyuluh/proses belajar mengajar, maupun fasilitas dalam memajukan usahataninya. Dalam hal menyuluh penyuluh memfasilitasi dalam hal : kemitraan usaha, berakses ke pasar, permodalan dan sebagainya.
3.      Penyuluh sebagai motivator, penyuluh senantiasa membuat petani tahu, mau dan mampu.
4.      Penyuluh sebagai penghubung yaitu penyampai aspirasi masyarakat tani dan pemerintah.
Apa yang harus PPL lakukan dan persiapkan agar penyuluhan sesuai dengan keinginan dan harapan petani dan keluarganya yang telah dituangkan dalan programa penyuluhan dan rencana kerja penyuluhan pertanian (RKPP) bulanan maupun tahunan:
1.      Memahami kondisi, harapan dan keinginan petani saat ini
2.      Pahami materi, media dan metode penyuluhan yang akan dilakukan
3.      Gunakan sarana dan prasarana yang memadai
4.      Gunakan waktu yang tepat dan akurat.
Berdasarkan hal tersebut diatas penyuluhan yang efektif yaitu Penyuluh Pertanian sebelum melakukan kegiatan dilapangan memahami tentang permasalahan dipetani (pelaku utama maupun pelaku usaha), siapkan alternatif pemecahan yang harus dilakukan, lakukan penyuluhan yang tepat seperti tersebut diatas, apabila telah selesai melakukan penyuluhan untuk melihat sejauhmana sasaran penyuluhan ada perubahan pengetahuan, keterampilan dan sikap sesuai dengan tahapan adopsi inovasi teknologi yang dianjurkannya. Penyuluhan yang dilakukan sebaiknya dilakukan secara partisipatif, sehingga petani mampu mengemukakan pendapatnya, serta mampu menyusun rencana kegiatan yang bermanfaat bagi dirinya, keluarga, maupun lingkungannya.
Keberhasilan penyuluhan dilapangan menurut pengalaman penyuluh yaitu : petani senang dengan keberadaannya Penyuluh Pertanian, keberadaannya memang dibutuhkan, indikatornya yaitu pendapatan petani meningkat, kehidupannnya sejahtera dan bahagia, begitu juga penyuluh yang berhasil, karena penyuluhannya dilakukan secara effektif dan effisien sesuai dengan kaidah-kaidah penyuluhan yang diterapkannya., akhirnya penyuluh senang, tenang, menang, sukses, penyuluhan pertanian yang dilakukannya berhasil, itulah harapan semua penyuluh yang ada dilapangan.
Tampak peran komunikasi amat besar dalam kegiatan penyuluhan penyuluhan, yang akan mempengaruhi dari perencanaan hingga pelaksanaan dan evaluasinya. Penyuluh sebagai komunikator yaitu penyampai pesan, sedangkan sasaran dalam hal ini disebut komunikan sangat yang dipengaruhi oleh latar belakangnya, baik secara individu maupun secara berkelompok. Untuk penyuluh sendiri adakah mereka siap melakukan komunikasi dari berbagi aspek, apakah pesan yang dibawanya sudah sesuai dengan apa yang diinginkan sasaran juga saluran atau media yang dilakukannya sudah sesuai?, sudah tepatkah metode yang digunakannya. Namun unsur yang paling utama dalam melakukan perubahan perilaku ini yaitu terjadinya komunikasi yang baik antara si pemberi pesan yaitu penyuluh, dengan si penerima pesan yaitu orang yang diharapkan perubahan perilakunya. Dalam sektor pertanian, apakah bagaimana pelaksanaan penyuluhan pertanian di tingkat lapangan, sudah berjalan lancar, dan sudahkah mencapai tujuan yang diharapkan?
Fenomena di tingkat lapangan menggambarkan masih lemahnya proses penyuluhan pertanian dengan dampak yang ada, disinyalir salah satu penyebabnya adalah hambatan komunikasi. Sebab dalam proses komunikasi tidak hanya sekedar berbicara saja, tapi pesan itu dapat disampaikan baik secara langsung maupun tidak langsung. Hambatan komunikasi ini perlu ditelaah, apa yang menjadi penyebabnya. Bila perubahan perilaku sebagai bagian dari tujuan penyuluhan belum tercapai, jangan hanya sasaran yang dipersalahkan. jangan-jangan masalah nya justru berasal dari komunikator yaitu penyuluh sebagai pembawa pesan. Apa penyebabya apakah karena ketidaksiapan materi yang akan disampaikan, ataukah karena prasarana yang tidak memadai, bisa pula terjadi karena gangguan dalam proses penyampaiannya.
Kegagalan berkomunikasi sering menimbulkan kesalah pahaman, kerugian, dan bahkan malapetaka, Risiko tersebut tidak hanya pada tingkat individu, tetapi juga pada tingkat lembaga, komunitas, dan bahkan Negara. Untuk menjadi seorang komunikator yang efektif, harus berusaha menampilkan komunikasi (baik verbal maupun nonverbal) yang disengaja seraya memahami budaya orang lain
C.     Penerima Manfaat Kegiatan Penyuluhan Pertanian.
Dalam banyak kepustakaan penyuluhan (pertanian), selalu disebut adanya sasaran atau obyek penyuluhan pertanian, yaitu: petani dan keluarganya. Pengertian itu telah menempatkan petani dan keluarganya dalam kedudukan ”yang lebih rendah” dibanding para penentu kebijakan pembangunan pertanian, para Penyuluh Pertanian, dan pemangku kepentingan pembangunan pertanian yang lainnya (Mardikanto, 2010). Menurut Naskah Akademik Sistem Penyuluhan Pertanian (2005), maka sasaran penyuluhan pertanian menjadi tidak hanya petani dan keluarganya tetapi mencakup para pemangku kepentingan (stakeholders). Sasaran penyuluhan pertanian era Bimas adalah Kelompok Tani yang diistilahkan sebagai receiving mechanism dari Delivery system (Catur Sarana).
Catur Sarana yaitu:
1.      Penyuluh Pertanian di Lapangan (PPL),yaitu sebagai pembawa informasi teknologi , mengajarkan pengetahuan dan keterampilan, mengikhtiarkan fasilitas, dan sebagainya melalui sistem kerja Latihan dan Kunjungan (LAKU) kepada kelompok tani;
2.      BRI Unit Desa, sebagai penyedia Kredit BIMAS untuk kegiatan usahatani padi;

3.      BUUD dan KUD sebagai penyedia sarana produksi, pupuk, pestisida dan sarana pertanian lainnya serta membeli gabah/beras dari petani;
4.      KIOS, sebagai tempat penyaluran sarana produksi pertanian kepada petani.
Sasaran penyuluhan menurut UU No. 16 Tahun 2006, Bab III, Pasal 5 sebagai berikut:
1.      Pihak yang paling berhak memperoleh manfaat penyuluhan meliputi sasaran utama dan sasaran antara;
2.      Sasaran utama penyuluhan yaitu pelaku utama dan pelaku usaha;
3.      Sasaran antara penyuluhan yaitu pemangku kepentingan lainnya, yang meliputi kelompok atau lembaga pemerhati pertanian, perikanan dan kehutanan serta generasi muda dan tokoh masyarakat.
Mardikanto (1996) mengganti istilah “sasaran penyuluhan” menjadi penerima manfaat (beneficiaries). Dalam pengertian “penerima manfaat” tersebut, terkandung makna bahwa:
1.      Berbeda dengan kedudukannya sebagai “sasaran penyuluhan”, sebagai penerima manfaat, petani dan keluarganya memiliki kedudukan yang setara dengan penentu kebijakan, penyuluh dan pemangku kepentingan agribisnis yang lain.
2.      Penerima manfaat bukanlah obyek atau “sasaran tembak” yang layak dipandang rendah oleh penentu kebijakan dan para penyuluh, melainkan ditempatkan pada posisi terhormat yang perlu dilayani dan atau difasilitasi sebagai rekan sekerja dalam mensukseskan pembangunan pertanian.
3.      Berbeda dengan kedudukannya sebagai “sasaran penyuluhan” yang tidak punya pilihan atau kesempatan untuk menawar setiap materi yang disuluhkan selain harus menerima/mengikutinya, penerima manfaat memiliki posisi tawar yang harus dihargai untuk menerima atau menolak inovasi yang disampaikan penyuluhnya.
4.      Penerima manfaat tidak berada dalam posisi di bawah penentu kebijakan dan para penyuluh, melainkan dalam kedudukan setara dan bahkan sering justru lebih tinggi kedudukannya, dalam arti memiliki kebebasan untuk mengikuti ataupun menolak inovasi yang disampaikan oleh penyuluhnya.
5.      Proses belajar yang berlangsung antara penyuluh dan penerima manfaatnya bukanlah bersifat vertikal (penyuluh menggurui penerima manfaatnya), melainkan proses belajar bersama yang partisipatip.
Dari pengertian tentang penyuluhan pertanian sebagai sistem agribisnis yang disampaikan oleh Mardikanto (2003), jelas bahwa kegiatan penyuluhan pertanian akan melibatkan banyak pemangku kepentingan (stakeholders).
Di samping itu, keberhasilan penyuluhan pertanian tidak hanya tergantung pada efektivitas komunikasi antara penyuluh dan petani beserta keluarganya, tetapi sering lebih ditentukan oleh perilaku/ kegiatan pemangku kepentingan pertanian yang lain, seperti: produsen sarana produksi, penyalur kredit usaha-tani, peneliti, akademisi, aktivis LSM, dll. yang selain sebagai agent of development sekaligus juga turut menikmati manfaat kegiatan penyuluhan pertanian.
Di pihak lain, banyak pengalaman menunjukkan bahwa kelambanan penyuluhan pertanian seringkali tidak disebabkan oleh perilaku kelompok “akar rumput” (grass-roots), tetapi justru lebih banyak ditentukan oleh perilaku, kebijakan dan komitmen “lapis atas” untuk benar-benar membantu/melayani (masyarakat) petani agar mereka lebih sejahtera.
Bertolak dari kenyataan-kenyataan tersebut, penerima manfaat penyuluhan pertanian dapat dibedakan dalam:
1.      Pelaku utama. yang terdiri dari petani dan keluarganya.
Dikatakan demikian, karena pelaku utama usahatani adalah para petani dan keluarganya, yang selain sebagai juru-tani, sekaligus sebagai pengelola usahatani yang berperan dalam memobilisasi dan memanfaatkan sumberdaya (factor-faktor produksi) demi tercapainya peningkatan dan perbaikan mutu produksi, efisiensi usahatani serta perlindungan dan pelestarian sumberdaya-alam berikut lingkungan hidup yang lain.
2.      Penentu kebijakan, yang terdiri dari aparat birokrasi pemerintah (eksekutif, legislatif dan yudikatif) sebagai perencana, pelaksana, dan pengendali kebijakan pembangunan pertanian. Termasuk dalam kelompok penentu kebijakan adalah, elit masya-rakat sejak di aras terbawah (desa) yang secara aktif dilibatkan dalam pengambilan keputusan dan implementasi kebijakan pembangunan pertanian.
3.      Pemangku kepentingan yang lain, yang mendukung/memperlancar kegiatan pembangunan pertanian. Termasuk dalam kelompok ini adalah:
a.       Peneliti yang berperan dalam: penemuan, pengujian, dan pengembangan inovasi yang diperlukan oleh pelaku utama
b. Produsen sarana produksi dan peralatan/mesin pertanian, yang dibutuhkan untuk penerapan inovasi yang dihasilkan para peneliti
b.      Pelaku-bisnis (distributor/penyalur/pengecer) sarana produksi dan peralatan/mesin pertanian yang diperlukan, dalam jumlah, mutu, waktu, dan tempat yang tepat, serta pada tingkat harga yang terjangkau oleh pelaku utama.
c.       Pers, media-masa dan pusat-pusat informasi yang menyebar-luaskan informasi-pasar (permintaan dan penawaran serta harga produk yang dihasilkan dan dibutuhkan), inovasi yang dihasilkan para peneliti, serta jasa lain yang diperlukan pelaku utama
d.      Aktivis LSM, tokoh masyarakat, dll yang berperan sebagi organisator, fasilitator, dan penasehat pelaku utama
e.       Budayawan, artis, dan lain-lain yang berperan dalam diseminasi inovasi, serta promosi produk yang dihasilkan maupun yang dibutukan pelaku utama.
Istilah penerima manfaat dan pemangku kepentingan penyuluhan juga identik dengan “klien penyuluhan”. Menurut Lionberger dan Gwin (1982), para penyuluh perlu bekerjasama dengan berbagai pihak dalam kegiatan pelayanan pembangunan pertanian. Termasuk dalam kelompok ini adalah para penyalur pupuk, pestisida, pengembang benih, penyedia kredit dan mereka yang terlibat dalam lembaga-lembaga pertanian yang memiliki hubungan dengan pemerintah (seperti: koperasi, kelompok tani, Pusat Pelestarian Alam, dan sebagainya) atau sering disebut dengan “klien penyuluh”. Lembaga-lembaga pelayanan dan pemberi informasi yang baik, akan sangat membantu dalam pemberian informasi kepada petani.
Mosher dalam Lionberger dan Gwin (1982), menyebutkan adanya klien yang lain yang disebut sebagai pengatur (conditioner). Mereka itu tidak memiliki jabatan apa pun dalam kelembagaan pertanian maupun lembaga pelayanan, akan tetapi memegang/memiliki kedudukan dan pengaruh yang kuat dalam kehidupan masyarakat setempat. Termasuk di dalam kelompok pengatur ini adalah: para pemuka agama, pejabat lokal, dan politisi yang berpengaruh. Meskipun bukan merupakan unsure esensial, tetapi dukungan mereka sangat membantu pembangunan pertanian. Mereka ini, akan selalu memegang teguh segala informasi yang berkaitan dengan kepentingan masyarakat, pada umumnya. Himbauan-himbauan mereka, umumnya selalu dihormati atau ditaati oleh masyarakatnya. Meskipun demikian, mereka jarang mengharapkan imbalan atau berlaku eksploitatif.